Ruanda.my.id Artikel ini merupakan salah satu bagian dari tugas mata kuliah administrasi pembangunan, dengan menganalisis secara umum pembangunan di Indonesia. Hal ini sangat penting untuk di pelajari dan di pahami guna untuk memberikan sumbangsih pemikiran dalam pembangunan.
Pembangunan infrastruktur sering disebut sebagai tulang punggung kemajuan bangsa. Jalan tol, pelabuhan, bandara, hingga jaringan listrik menjadi penopang mobilitas ekonomi, pendidikan, dan pelayanan publik.
Di Indonesia, geliat pembangunan infrastruktur memang terlihat pesat dalam dua dekade terakhir. Namun, ada satu pertanyaan mendasar: apakah pembangunan itu sudah dirasakan merata dari Sabang sampai Merauke?
Jawabannya, sayangnya, belum. Fakta di lapangan menunjukkan sebagian besar infrastruktur modern terkonsentrasi di Pulau Jawa. Lihat saja Trans-Jawa, kereta cepat, bandara internasional, atau jalan tol yang menghubungkan kota-kota besar.
Bandingkan dengan Papua yang masih kesulitan akses jalan, atau Maluku dan Nusa Tenggara yang warganya bergantung pada kapal laut dengan fasilitas pelabuhan yang jauh dari memadai. Ketimpangan ini nyata dan dirasakan langsung oleh masyarakat.
Dampaknya tidak main-main. Biaya logistik nasional kita menjadi salah satu yang tertinggi di Asia Tenggara. Produk dari Indonesia Timur sulit bersaing karena ongkos transportasi mahal.
Lebih jauh lagi, masyarakat di daerah tertinggal merasa dianaktirikan oleh pembangunan. Kondisi ini tentu berbahaya, karena bisa melahirkan rasa ketidakadilan yang berimbas pada masalah sosial bahkan politik.
Pemerintah memang sudah berusaha menjawab tantangan ini. Program Tol Laut misalnya, dimaksudkan untuk menurunkan disparitas harga antarwilayah. Begitu juga dengan rencana pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur, yang diharapkan menjadi pusat pertumbuhan baru di luar Jawa.
Namun, pertanyaannya: apakah langkah-langkah ini cukup? Ataukah hanya akan menambah beban tanpa benar-benar mengatasi akar masalah pemerataan?
Pembangunan infrastruktur harus mengedepankan prinsip keadilan. Daerah yang paling tertinggal seharusnya menjadi prioritas utama. Jangan sampai proyek-proyek besar hanya dinikmati oleh wilayah yang sejak awal sudah relatif maju.
Pemerintah perlu berani mengarahkan lebih banyak investasi ke kawasan timur Indonesia, memperkuat konektivitas antarwilayah, dan melibatkan pemerintah daerah agar pembangunan sesuai kebutuhan nyata masyarakat setempat.
Pembangunan infrastruktur bukan sekadar proyek fisik, melainkan juga instrumen untuk menjaga integrasi bangsa. Jika ketimpangan dibiarkan, kita hanya akan menciptakan “Indonesia dua wajah”: satu yang modern dan maju, dan satu lagi yang terus tertinggal.
Padahal, cita-cita bangsa sebagaimana termaktub dalam UUD 1945 jelas: keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kini saatnya pembangunan tidak lagi sekadar mengejar angka pertumbuhan, tetapi juga keberpihakan pada mereka yang selama ini tertinggal. Infrastruktur harus menjadi jembatan keadilan, bukan jurang pemisah.
Publish: @Admin

0 Komentar