Selamat Datang di Website Resmi Ruanda.my.id: Ruang terbuka berbasis digitalisasi untuk berbagi gagasan, membangun diskusi kritis, dan memperluas wawasan mengenai pendidikan dan administrasi publik (Kebijakan publik, organisasi, lingkungan, etika, manajemen, akuntabilitas). Ruanda.my.id hadir sebagai inisiatif akademik yang menghubungkan dosen, mahasiswa, praktisi, serta masyarakat umum dalam satu wadah kolaboratif. Melalui berbagai kegiatan seperti kuliah umum, webinar, diskusi ilmiah, dan pendampingan kelembagaan, kami berkomitmen untuk menjadi bagian dari proses pembangunan intelektual dan kontribusi nyata bagi bangsa. Jelajahi setiap sudut website ini dan temukan inspirasi, ilmu pengetahuan, serta jejaring yang memperkaya perjalanan akademik dan Anda.

Memaknai Kemerdekaan Sebuah Refleksi Antara Idealisme Dan Realitas

Oleh: Idris Huopi, S.IP

Oleh: Idris Huolopi, S.IP (Praktisi Pemerintah Daerah)

Ruanda.my.id: Proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 menjadi tonggak penting dalam sejarah Indonesia. Proklamasi kemerdekaan Indonesia dewasa ini merupakan piranti hukum yang menyatakan kepada dunia bahwa Indonesia merupakan bangsa merdeka secara de facto dan de jure. Oleh karena itu, Indonesia bebas menentukan nasibnya dan berhak atas kekayaan tanah, air, dan udara yang meliputi seluruh wilayah teritorinya.

Deklarasi kemerdekaan ini tidak hanya menandai lahirnya Negara baru yang berdaulat dan merdeka, lebih dari itu, deklarasi ini merupakan awal pembentukan identitas nasional, eksistensi kedaulatan politik di kancah Nasional dan internasional. 

Pembangunan sosial dan ekonomi secara mandiri, dan symbol penting dalam perjuangan mengakhiri kolonialisme dan imperialisme yang dialami oleh bangsa indonesia selama bertahun-tahun.

Merdeka merupakan aspek utama agar sebuah Negara bisa berdiri. Dalam paraktiknya kemerdekaan negara-negara didunia didapat dari dua acara yaitu didapatkan atas pemberian negara penguasanya seperti yang terjadi pada Negara-negara persemakmuran dan didapatkan dengan perlawanan dan perjuangan sehingga mampu melepaskan diri, berdiri sendiri dan menentukan nasib bangsa dan Negaranya secara mandiri tanpa intervensi dari pihak lain

Benedict Anderson (1983) dalam karyanya Imagined Communities, menyatakan bangsa merupakan entitas politik yang dibayangkan sebagai sesuatu yang inheren terbatas dan berdaulat.

Dalam konteks ini, kemerdekaan menjadi sarana bagi sebuah bangsa untuk membentuk "komunitas terbayang" melalui narasi sejarah, bahasa, dan simbol-simbol nasional.

Sementara itu, Frantz Fanon (1961) dalam bukunya The Wretched of the Earth menekankan bahwa kemerdekaan bukan hanya proses politik, melainkan juga transformasi psikologis dan kultural yang membebaskan individu dari mentalitas terjajah.

Secara Bahasa Kemerdekaan atau merdeka memiliki makna bebas dari belenggu penjajahan, secara istilah merdeka tidak hanya terbatas pada bebas dari penjajahan, lebih dari itu, merdeka mencakup kebebasan dari berbagai bentuk penindasan dan ketergantungan dari pihak manapun serta mandiri secara sosial, ekonomi, dan politik.

Dr. Fahrudin faiz dalam kuliahnya menyatakan bahwa merdeka itu terdiri dalam dua makna yaitu “merdeka dari (freedom from)” dalam konteks ini sebuah bangsa ataupun entitas terbebas dari pengaruh, intervensi ataupun intimidasi dari pihak manapun dan “merdeka untuk (freedom for)”, dalam konteks ini sebuah bangsa atau entitas berhak untuk menentukan nasib, dan mengelola segala bentuk sumber daya didalamnya secara adil. Dua makna tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. 

Sejalan dengan pendapat Charles G. Fenwick bahwa merdeka terbagi dalam dua makna yaitu merdeka ke dalam dan keluar. Merdeka kedalam berkaitan dengan hak sebuah Negara mengatur urusan dalam negerinya sementara merdeka keluar merupakan hak sebuah negara untuk memilih dengan siapa dia menjalin sebuah hubungan Kerjasama.

Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, peradaban dan globalisasi makna kemerdekaan juga mengalami perluasan dan pergeseran. Makna yang tadinya hanya sebatas pada makna fisik dan politis kini menjadi lebih kompleks dan multidimensional. 

Sebelumnya hanya pada aspek hubungan antar bangsa dan negara menjadi lebih luas ke kemerdekaan manusia baik itu secara individu dan makhluk sosial juga sebagai warga negara.

Kemerdekaan sejati itu kini harus dimaknai sebagai kemampuan suatu negara untuk mandiri dalam berpikir, berdiri di atas kaki sendiri secara ekonomi, dan menjamin kesejahteraan seluruh warganya secara adil dan merata.

80 tahun sejak peristiwa monumental itu terjadi, muncul pertanyaan penting yang hadir dibenak kita, apakah arti kemerdekaan Indonesia hari ini?.

Apakah hanya sebatas pada pengagungan terhadap kisah-kisah heroik para pahlawan dan para pendiri bangsa? Ataukah hanya sebatas perayaan hari ulang tahun semata?.

Pembukaan Undang-undang dasar 1945 merupakan statuta hukum yang memuat cita-cita dan pandangan hidup bangsa Indonesia dengan segala aturan turunannya, sejatinya memuat kondisi ideal penerapan dan pengelolaannya.

Didalamnya menyiratkan amanat bahwa Negara harus hadir menjamin hak hidup warga negaranya, Terutama pada Anak terlantar, fakir miskin dan kelompok marginal lainnya.

Negara bertanggung jawab terhadap kebutuhan dasarnya yakni Pendidikan, Kesehatan, sandang, pangan, dan papan. Namun, pada kenyataannya banyak rakyat Indonesia yang masih hidup dalam garis kemiskinan, pendidikan yang belum merata, dan keterbatasan akses terhadap layanan dasar.

Namun, hal yang sangat disayangkan adalah, ditengah sulitnya akses masyarakat terhadap layanan dasar baik pada sektor Pendidikan, Kesehatan, dan urusan sosial lainnya, Negara melakukan pemangkasan anggaran belanja daerah dengan dalih efisiensi anggaran untuk sector-sektor prioritas, yang berdampak pada kinerja pemerintah daerah dalam melaksanakan kebijakan publik padahal seluruh masyarakat berada dibawah tanggung jawab pemerintah daerah.

Alih-alih anggaran tersebut diperuntukan untuk sektor prioritas, malah diperuntukan untuk program makan bergizi gratis yang dilaksanakan tanpa strategi. Belakangan pula dikeluarkan kebijakan kenaikan belanja gaji Anggota DPR, dengan proyeksi mencapai 3 juta/ hari/ anggota.

Rakyat dipertontonkan secara nyata dan terang-terangan dengan aksi, narasi, dan kebijakan pejabat pemerintah pusat yang tidak pro rakyat dan terkesan hanya kebijakan yang lahir dari “cek ombak” tanpa kajian empiric dan akademik mendalam.

Beberapa kebijakan tersebut antara lain, Kebijakan kenaikan harga gas LPG; Pemblokiran rekening dormant yang nganggur; Blunder definisi pengambil alihan lahan nganggur yang menimbulkan keresahan publik; Minimnya ketegasan hukum pada terpidana korupsi; Kenaikan ppn 12 %; Penangkapan pelaku judi karena merugikan bandar judi; Persoalan pengelolaan tambang yang hanya menguntungkan pihak asing; Pajak tarif 19 % oleh Amerika, hingga narasi pajak yang disamakan dengan zakat; Serta narasi guru dan dosen adalah beban negara dan masih banyak kebijakan dan narasi lainnya yang sangat tidak pro rakyat dan menyakiti hati rakyat.

Menjelang perayaan kemerdekaan Indonesia ke 80 tahun, muncul sebuah Gerakan ideologis dengan simbol bendera jolly roger dalam anime one piece. Gerakan ini banyak diikuti oleh berbagai kalangan baik dari kelompok seni, influencer, tokoh public, aktivis hingga kelompok-kelompok masyarakat Sebagai bentuk protes dan kritik terhadap kondisi negeri saat ini. 

Namun beberapa mendapatkan persekusi dari oknum-oknum penegak hukum dan pejabat publik hingga ketua MPR harus mengeluarkan statement melarang bendera tersebut ada dan dikibarkan di depan khalayak umum dengan dalih dapat menimbulkan provokasi ditengah masyarakat.

Hal ini secara tidak langsung melarang aksi ideologis tersebut. sebuah kondisi yang kontradiktif untuk Negara demokrasi yang Merdeka, sehingga dalam kondisi ini, kemerdekaan belum terasa utuh. Melihat kondisi ini, pertanyaan apakah Indonesia sudah merdeka kembali menguat.

Momentum perayaan Hari Kemerdekaan ke-80, sudah waktunya kita bertanya: apakah kemerdekaan yang diperjuangkan dengan darah dan nyawa itu telah benar-benar membebaskan kita dari segala bentuk ketidakadilan?

Jika belum, maka perjuangan belum selesai, dan seperti kata Bung Karno, “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah, perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.”

Kemerdekaan Indonesia hari ini bukan lagi sekadar mengenang sejarah, tetapi juga menggugat realitas: apakah cita-cita kemerdekaan sudah terwujud dalam kehidupan masyarakat? Jawabannya ada dalam upaya kolektif seluruh elemen bangsa untuk terus memperjuangkan nilai-nilai keadilan, kebebasan, dan kesejahteraan dalam kehidupan sehari-hari.

Frantz Fanon dalam The Wretched of the Earth (1961), kemerdekaan sejati bukan hanya peristiwa politik, melainkan sebuah transformasi psikologis dan sosial. Ia menuntut perubahan cara pandang, penguatan identitas bangsa, serta pembangunan struktur sosial yang berpihak pada rakyat.

Sementara itu, Benedict Anderson (Imagined Communities, 1983) menekankan pentingnya narasi kolektif dalam membentuk rasa kebangsaan. Artinya, kemerdekaan juga menuntut kita untuk terus membangun kesadaran bersama sebagai bangsa yang satu.

Momentum kemerdekaan Indonesia yang ke-80 tahun ini, menumpuk banyak pekerjaan rumah untuk kita semua. Sudah saatnya berbenah, Indonesia bukan milik pemerintah, anggota legislatif, apalagi milik oligarki. Indonesia adalah milik kita semua, milik rakyat, dari rakyat dan hasilnya kembali kerakyat.

“Jika merdeka bagimu adalah kebebasan maka merdekalah sewajarnya, namun, jika merdeka bagimu adalah mandiri, mampu berdiri dikaki sendiri, penghormatan dan pengakuan atas hak individu dan kelompok, serta rasa senasib sepenanggungan antar warga negara, maka merdekalah se-merdeka-merdekanya merdeka.”

Publish: @Admin

0 Komentar