Dr. Rustam Tohopi, S.Pd., M.Si
Ruanda.my.id. Setiap keputusan pemerintah yang dilakukan pasti ada yang pro dan adapula yang kontra. Namun kebijakan publik itu tentu menjadi bagian yang penting ditempuh oleh pemerintah. Pemerintah memiliki tanggung jawab dan metode tersendiri dalam melakukan langkah-langkah tersebut sebelum menjadi sebuah kebijakan.
Menjadi pemahaman terpenting dalam pokok bahasan kali ini yakni apapun kebijakan publik yang dikeluarkan oleh pemerintah dibutuhkan advokasi dan komunikasi kebijakan publiknya. Hal ini mengapa penting, karena dalam sebuah kebijakan pasti pendekatan yang telah dilakukan pemerintah tentunya dilakukan integratif. Artinya kajiannya secara holistik menggabungkan strategi berbasis bukti, kolaborasi multi-aktor, dan yang terpenting adalah sesuai kondisi saat ini dengan pemanfaatan teknologi digital untuk memperluas jangkauan pesan kepada publik.
Advokasi tersebut akan lebih kuat apabila penyampaian berfokus bukan hanya pada aspirasi, tetapi juga membangun legitimasi itu berlandaskan data empiris dengan argumentasi rasional, dan jelas framing isu tepat agar relevan dengan kepentingan publik dan politis.
Sementara itu, pada aspek komunikasi kebijakan harus bersifat dua arah, transparan, dan adaptif terhadap dinamika media sosial guna mencegah disinformasi serta meningkatkan partisipasi masyarakat. Ada beberapa yang perlu dipahami secara baik dan benar berkaitan dengan Advokasi dan Komunikasi Kebijakan Publik, yaitu:
Terminologi Advokasi
Secara termininologinya bahwa Advokasi kebijakan publik merupakan suatu proses strategis untuk memengaruhi pengambilan keputusan publik melalui pendekatan yang berbasis data, argumentasi rasional, dan dukungan kolektif.
Dalam literatur kebijakan, advokasi dipandang sebagai instrumen demokratis yang memberi ruang bagi masyarakat sipil, organisasi non-pemerintah, dan individu untuk berpartisipasi dalam menentukan arah kebijakan (Cairney, 2020). Landasan teorinya berakar pada pluralism theory dan policy network theory, yang menekankan pentingnya keterlibatan multi-aktor dalam proses kebijakan.
Advokasi tidak sekadar upaya menekan pembuat kebijakan, melainkan membangun legitimasi melalui bukti, nilai, dan partisipasi publik, sehingga dapat mengatasi asimetri informasi antara pemerintah dan masyarakat.Sedangkan Komunikasi kebijakan publik pada dasarnya adalah proses penyampaian informasi dan pesan kebijakan dari pemerintah kepada masyarakat dan sebaliknya, dengan tujuan menciptakan pemahaman, dukungan, dan partisipasi (McQuail, 2018).
Didalam kajiannya berfokus pada bagaimana media massa beroperasi dalam masyarakat, termasuk karakteristik komunikasi massa, jenis audiens, dan pengaruh media. Dalam konteks advokasi, komunikasi kebijakan berfungsi sebagai alat framing untuk membentuk persepsi publik terhadap isu tertentu, serta sebagai saluran dialog antara pemangku kepentingan.
Teori agenda setting dan framing menjadi dasar konseptual yang penting karena keduanya menjelaskan bagaimana isu diposisikan dalam ruang publik sehingga memperoleh perhatian dan dukungan.
Dengan kata lain, keberhasilan advokasi kebijakan sangat ditentukan oleh efektivitas komunikasi publik, baik melalui media tradisional, tatap muka, maupun platform digital yang semakin dominan di era disrupsi informasi.
Strategi Advokasi dalam Kebijakan Publik
Apakah kebijakan publik dari pemerintah akan terus berproses dan dapat bertahan lama? Pertanyaan ini diajukan guna memperkuat strategi yang dapat dibangun pemerintah dalam menjalankan kebijakan publik tersebut. Ada tahapan yang perlu diperkuat yakni:
1. Lakukan identifikasi masalah
Didalam kebijakan publik identifikasi masalah sering dikenal sebagai meta masalah. Tim yang dibentuk perlu melakukan kajian dari berbagai masalah yang dikumpulkan dan dapat dirumuskan secara baik dan benar untuk dijadikan sebuah formulasi kebijakan publik. Banyaknya masalah yang timbul bukan hanya menjadi isu biasa, namun hal itu menjadi bagian perhatian utama pemerintah.
2. Buatlah kerangka penyusunan pesan yang logis dan benar
Kerangka pesan yang disusun tentu memiliki kaidah penyusunan yang menarik dan lugas, dapat memiliki pesan dapat diterima maupun terterima bagi publik. Identifikasi terlebih dahulu apa tujuan dan sasaran pesan misalnya apakah pesannya dalam bentuk revisi peraturan atau implemnetasi program yang baru. Kemudian sasaran audiensnya harus jelas apakah pemerintah itu sendiri, legislatif atau masyarakat umum. Sehingga dengan demikian dapat memperoleh dukungan yang diinginkan apakah dalam bentuk persetujuan kebijakan atau opini publik positif.
3. Lakukanlah mobilisasi dukungan terhadap terlaksananya kebijakan publik secara penuh
Mobilisasi dukungan dalam implementasi kebijakan publik membutuhkan sinergi antara aktor pemerintah, masyarakat sipil, media, dan sektor swasta agar kebijakan tidak berhenti pada tataran normatif (Jelen, A., Demetrious, K., & Fitch, K., 2024).
Strateginya meliputi diseminasi informasi yang jelas, penciptaan narasi positif, serta penguatan partisipasi masyarakat melalui forum konsultasi, kampanye digital, dan mekanisme pengawasan berbasis komunitas. Selain itu, koalisi advokasi harus berperan dalam mengawal pelaksanaan kebijakan dengan melakukan pressure group yang konstruktif kepada pembuat kebijakan, sekaligus melibatkan pemangku kepentingan dalam memonitor capaian implementasi.
Contoh kasus sering muncul dalam media sosial adalah adanya kenaikan tarif Pajak di Kabupaten Pati sebesar 250%. Bupati Poso tentang aksesibilitas pembangunan di Poso yang tak kunjung diperbaiki. Pemerintah Kota Gorontalo tentang tata kelola perbankan Sulutgo, dan masih banyak lagi masalah pemerintahan lainnya.
Dalam aspek kebijakan publik perlu dan tentu sesuai kaidah implementasinya, namun kondisi penyampaian advokasi kebijakannnya kurang optimal sehingga pemerintah mendapatkan tantangan baru dalam implementasi kebijakan yang dibuat.
Dalam kurun waktu 2022–2025, sejumlah kasus komunikasi kebijakan publik di Indonesia memunculkan respons negatif akibat strategi penyampaian yang dinilai kurang tepat. Pada tahun 2023, di Malang, penerapan kebijakan “one way” di lingkungan universitas dilakukan tanpa proses konsultasi yang memadai, sehingga menimbulkan ketidakpercayaan publik akibat komunikasi yang terkesan sepihak (Journal Portal).
Setahun kemudian, pada 2024, komunikasi pemerintah terkait pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) menuai kritik karena dinilai elitis dan minim partisipasi, dengan keterlibatan publik yang terbatas pada lingkaran tertentu saja (Humas Indonesia).
Sementara itu, pada 2025 di Pati, Jawa Tengah, rencana kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250% disampaikan dengan nada provokatif oleh pejabat terkait, bahkan mempersilakan warga untuk berdemonstrasi yang akhirnya memicu aksi unjuk rasa besar (Wikipedia, The Australian).
Ketiga kasus ini menunjukkan bahwa gaya komunikasi yang tertutup, tidak inklusif, atau provokatif dapat memperburuk penerimaan kebijakan publik di masyarakat.
4. Teknik Advokasi
Gunakan Teknik advokasi dengan melakukan Lobi yang baik, membentuk koalisi, menggunakan teknik kampanye media, dan litigasi strategis. Advokasi berbasis bukti (evidence-based advocacy) vs. advokasi berbasis kepentingan. Inovasi advokasi digital dengan memanfaatkan penggunaan media sosial, crowdsourcing, petisi online.
Komunikasi Kebijakan dan Teknik Penyampaian
Komunikasi kebijakan dan teknik penyampaian memiliki peran strategis dalam memastikan pesan kebijakan dipahami, diterima, dan didukung oleh target audiens. Komunikasi kebijakan tidak hanya sekadar menyampaikan informasi, tetapi juga membangun persepsi yang positif melalui framing isu yang tepat, pemilihan bahasa yang jelas, dan penggunaan media yang efektif.
Teknik penyampaian yang berhasil harus menyesuaikan karakteristik audiens, baik pembuat kebijakan, masyarakat umum, maupun kelompok kepentingan, dengan menggabungkan pendekatan rasional berbasis data dan emosional berbasis nilai agar pesan lebih persuasif, Dodge, J., Metze, T. (2024).
Pemanfaatan multikanal komunikasi mulai dari media konvensional hingga media sosial membantu memperluas jangkauan dan meningkatkan interaksi publik. Selain itu, strategi storytelling, visualisasi data, dan pesan singkat yang mudah diingat menjadi kunci agar informasi kebijakan tidak hanya diterima tetapi juga diinternalisasi.
Keberhasilan komunikasi kebijakan terletak pada kemampuannya mengurangi kesenjangan informasi, meminimalkan resistensi, serta mendorong partisipasi publik dalam implementasi kebijakan.
Publish: @Admin

0 Komentar